Dalam beberapa pekan terakhir, isu terkait Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur telah menarik perhatian publik, terutama setelah Mardani Ali Sera, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan pro dan kontra. Mardani mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pengembangan IKN bisa diinterpretasikan sebagai upaya komersialisasi, yang ia sebut dengan istilah “IKN for Sale”. Hal ini memicu reaksi dari berbagai kalangan, termasuk kelompok Projo yang merupakan pendukung pemerintah.

IKN for Sale’ antara Mardani PKS dan Projo Dan Kelompok

Sebagai respons, Projo, yang merupakan organisasi relawan pendukung Presiden Joko Widodo, menilai bahwa pernyataan Mardani sebagai suatu bentuk ketidakpahaman terhadap visi pemerintah dalam menciptakan IKN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru. Mereka berargumen bahwa pembangunan IKN adalah langkah strategis untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Projo juga menegaskan bahwa pemerintah memiliki mekanisme yang jelas dalam pengelolaan IKN, yang mencakup kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

Perdebatan ini semakin memanas ketika kelompok-kelompok masyarakat sipil juga turut bersuara. Mereka menginginkan adanya partisipasi publik dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek, serta jaminan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat lokal.

Kedepan, penting bagi pemerintah untuk melakukan dialog terbuka dengan semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, pengawasan dari lembaga independen juga diperlukan untuk menjaga agar proses pembangunan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.